Ustadz Harry Santosa
Seorang suami yang telah menikah lebih dari 10 tahun, ketahuan oleh istrinya selingkuh. Betapa menyakitkan, sambil menangis terisak istrinya menceritakan kepada saya, betapa pengorbanannya selama ini, pontang panting membantu membiayai nafkah keluarga termasuk membiayai kuliah S2 suaminya sampai berhasil mengambil spesialis, ternyata balasannya hanya perselingkuhan yang menyakitkan.
Sang istri tak habis fikir, pengorbanannya seolah sia sia, mengapa suaminya tega mengkhianatinya, padahal ia selalu setia membantu, menghabiskan uang tabungannya, berusaha mencari uang walau harus babak belur demi agar suaminya selesai kuliahnya dan tercapai cita citanya. Kini sakit sekali, rasanya ia ingin kabur, lari dari pernikahannya, tapi kemana. Keberatannya hanya satu yaitu anak, andai tidak ada anak, sudah pasti sudah pergi entah kemana.
Begitulah, bantuan kepada suami tak selalu menjadi kebaikan walau diniatkan sebagai kebaikan. Bantuan yang terus menerus kepada seorang suami yang kurang tangguh, akan membuatnya semakin lemah dan goyah, lalai dan terlena,
Pada jangka panjang malah membuatnya kehilangan identitas dan harga dirinya atau peran fitrab keayahannya, lalu segala hal yang menyimpang dari fitrah pasti akan memunculkan perilaku dan akhlak yang buruk, misalnya berkhianat atau selingkuh untuk mencari harga diri di luar sana, kecanduan game/pornografi, depresi dan frustasi, semakin egois walau semakin peragu dstnya.
___
Seorang suami yang telah menikah belasan tahun, dan berkarir cemerlang selama belasan tahun, tiba tiba bermasalah dengan atasannya, lalu ia mengalami PHK. Ternyata peristiwa itu membuatnya susah bangkit, berkali kali interview selalu gagal. Padahal dengan pengalaman bekerja di perusahaan internasional belasan tahun dengan jabatan bagus seharusnya tak sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan, ternyata tidak.
Ternyata ia tak tangguh walau pintar. Sepanjang hidupnya ia tak pernah gagal, sejak kecil selalu juara, kuliah di PTN papan atas, lalu bekerja dengan karir mulus. Ia tak pernah ditempa untuk tangguh dan tak siap mengalami kegagalan, ia hanya dipersiapkan untuk berprestasi di sekolah.
Sang istri kebetulan orang kaya, orangtuanya tuan tanah di daerahnya, lalu menolong suaminya dengan membuatkan sebuah perusahaan dan menempatkan suaminya sebagai direktur utama. Apa yang terjadi, masalah tak selesai, bahkan pertengkaran setiap hari!
Sang istri heran, ia merasa sudah banyak membantunya, tak pernah menuntut nafkah, namun suaminya nampak tak bersemangat dan kinerja perusahaannya buruk. Bahkan perilakunya kepada dirinya juga semakin hambar dan tak menyenangkan bahkan semakin sangat egois.
Ketika saya interview suaminya, suaminya mengatakan bahwa ia merasa dijebloskan dan diberi beban berat mengurus perusahaan. Setiap hari dirasakan berat untuk melangkah kerja di perusahaan tsb. Bahkan sudah menyentuh harga dirinya sebagai lelaki dan ayah, apalagi semua fasilitas yang diberikan adalah pinjaman dari mertuanya yang kaya raya itu.
Begitulah seringkali kita tergesa membantu dan memberikan solusi kepada pasangan, namun bukan solusi yang sebenarnya dibutuhkan, sehingga bahkan dianggap beban dan menjadi masalah baru.
___
Teman teman yang baik,
Tentu saja membantu pasangan adalah sesuatu yang baik, namun bantuan istri kepada suaminya jangan sampai tanpa sadar melemahkan atau menggerus peran kesuamian dan peran keayahannya, termasuk menggerus fitrah keibuan dan keistrian. Rumah tangga memang tempat berkolaborasi suami istri, namun jangan sampai meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya (zhalim), maksudnya tetap ada adab berupa hirarki dalam peran keayahbundaan.
Harus ada pemisahan peran yang jelas walau dikerjakan bersama. Ada responsibility, ada accountable, ada inform dstnya. Di era posmo, hirarki ini dihilangkan, semua untuk semua, suami boleh jadi istri, istri boleh jadi suami, walhasil segala sesuatu yang tidak bergerak pada garis edarnya, tentu akan merusak keseimbangan dan keharmonian mikro maupun makro kosmos.
Keluarga atau pernikahan adalah ayat ayat Allah, bukti kebesaran Allah, juga perjanjian besar (mitsaqon gholizhon) yang merupakan peristiwa besar peradaban, maka peran peran di dalam pernikahan harus ditempatkan sesuai fitrahnya atau maunya Allah agar harmoni dan seimbang.
Tidak membantu suami dalam menutupi tanggungjawabnya, seperti finansial atau nafkah, membuat misi keluarga, grand design pendidikan keluarga termasuk mendidik anak dll bukan berarti seorang istri tak boleh berkontribusi, berbisnis, berkarir dan menghasilkan pendapatan, silahkan saja, namun sekali lagi jangan sampai menggerus fitrah keibuannya dan juga fitrah keayahan suaminya.
Sebagamana dibahas sebelumnya bahwa penyebab runtuhnya sebuah pernikahan adalah ketiadaan misi pernikahan yang jelas, ketiadaan petajalan bersama untuk memberikan sebesar manfaat bagi ummat yang membuat cinta mereka semakin merekah indah sehingga Allah menjadi ridha dan merekapun ridha. Umumnya yang ada adalah obsesi duniawi yang merobohkan bangunan cinta yang rapuh sejak berdirinya karena berdiri di atas fondasi yang rapuh.
Namun ada penyebab runtuh yang kedua yaitu keidakmampuan untuk saling mencahayakan, termasuk ketidakmampuan mengurai masalah yang menghalangi merekahnya cahaya fitrah masing masing, sehingga yang terjadi adalah kekusutan yang disebabkan akumulasi masalah yang tak pernah bisa diurai dengan baik. Kekusutan dalam jangka panjang menjadi penyebab perpisahan.
Langkah Langkah Membantu Pasangan untuk kembali kepada Fitrahnya.
Jika suami nampak kurang tangguh, bantulah ia untuk bangkit, bantulah ia untuk mampu memerankan peran sejati keayahan dan kesuamiannya. Jangan tergesa membantu sebelum menggali mendalam apa sesungguhnya akar masalahnya dan akar potensi kebaikannya. Makin dalam menggali dan menemukan akarnya maka makin tajam solusinya. Makin tergesa memberi solusi, maka makin melebar masalahnya.
Sebelum memulai langkah teknis berikut, maka perlu untuk menyadarkan suami, bahwa hak suami dan hak istri untuk berbahagia dan berkualitas hidupnya. Menempatkan dan menjalankan peran sesuai fitrahnya justru akan mendatangkan rezqi dan keberkahan yang berlimpah. Jika sulit menyadarkan, gunakan tekanan keluarga besar, orang yang berpengaruh dan ahli yang disegani.
Langkah langlah yang bisa dilakukan berdua, baik istri kepada suami, atau suami kepada istri, melalui interview mendalam dengan menurunkan ego serendahnya.
Langkah 1. Emphatize, tanyakan dengan halus dan santun apa yang dirasakan, apa yang membuat frustasi, apa yang diharapkan dll lakukan ini untuk setiap aspek fitrah. Digali akar penyebab, penghalang dan pemicunya.
Langkah 2. Define, simpulkan dan ambil benang merah, apa sesungguhnya kebutuhan terdalamnya, penghalang terbesarnya dan pemicu bangkitnya
Langkah 3. Ideate, tuliskan idea2 solusinya utk memenuhi kebutuhannya, menghilangkan penghalangnya, dan memanfaatkan atau memunculkan pemicunya. Pilih yang paling mudah dan berimpak besar. Idea ini bisa juga melibatkan solusi yang harus dilakukan istri.
Langkah 4. Prototype, detailkan ideanya, sehingga menjadi rancangan program atau proyek atau kumpulan aktifitas plus tahapan tahapannya utk 6 bulan sampai setahun ke depan
Langkah 5. Confirmation, konfirmasikan dengan suami untuk sempurnakan program
Langkah 6. Commitment and Discipline. Komitmen bersama dan laksanakan dengan disiplin
Langkah 7. Evaluate and Corrective Action. Sepanjang proses atau pelaksanaan program lakukan evaluasi dan jangan khawatir apabila ada koreksi untuk perbaikan atau perubahan aktifitas sepanjang disepakati
Langkah 8. Tawakal dan berharap Taufiqullah
Begitulah pernikahan, tempat untuk saling mencahayakan fitrah agar kembali kepada kesejatian peran atas fitrahnya, bukan tempat saling komplain atau bahkan saling menutupi kezhaliman atau menutupi kelemahan dalam menjalankan peran atas fitrahnya.
Semoga bermanfaat
#fitrahbasedlife
#fitrahworldmovement