Khuttab Al Fatih
Allah ta’ala berfirman di surat as Shaff ayat 2-3 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
“Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku perbuat” semoga Allah melindungi dari penyampaian yang tidak sesuai.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam pun menjalankan amanahnya dengan penuh keteladan, sebagaimana yang di sampaikan oleh Al Julanda Raja Oman radhiallahu anhu berkata : Dia (Allah) telah memberiku petunjuk kepada Nabi buta huruf ini : dia tidak memerintah kecuali menjadi orang pertama yang melakukannya, dia tidak melarang kecuali menjadi yang pertama menjauhinya..” (al-khashaish al kubra, as suyuthi, 2/23,MS).
Subhanallah begitu agungnya pribadi Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam, maka sempurnalah ketika Allah memerintahkan agar jangan mengatakan apa yang tidak kita kerjakan maka Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam sebagai utusan-Nya memberi teladan kepada umatnya untuk melakukan hal yang serupa.
ORANG TUA SEBAGAI SUMBER KETELADANAN
Syaikh Muhammad Quthub menyampaikan kepada kita tentang keteladanan;
“Orangtua dituntut agar menjalankan segala perintah Allah Ta’ala dan sunnah Rasul-Nya, menyangkut perilaku dan perbuatan. Karena anak melihat mereka setiap waktu. Kemampuan untuk meniru, secara sadar atau tidak, sangat besar. Tidak seperti yang kita duga. Namun kita sering memandangnya hanya sebagai makhluk kecil”
Dari buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfuri pada judul ; Daya Tarik Kepribadian Sebelum Nubuwah, halaman 55, berisikan:
“Nabi Shallallahu `alaihi Wa Sallam telah menghimpun sekian banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama pertumbuhan beliau. Beliau menjadi sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, dan ketepatan dalam mengambil keputusan. Beliau lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran dan menggali kebenaran. Dengan akalnya beliau mengamati keadaan negerinya. Dengan fitrahnya yang suci beliau mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia dan berbagai golongan. Beliau merasa risih terhadap khurafat dan menghindarinya. Beliau berhubungan dengan manusia, dengan membertimbangkan keadaan dirinya dan keadaan mereka. Selagi mendapatkan yang baik, maka beliau bersekutu di dalamnya. Jika tidak maka beliau lebih senang dengan kesendiriannya.”
Ayat ini semakin mengokohkan beliau sebagai suri teladan yang baik bagi kita;
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab:21)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “ayat dalam surat al ahzab di atas adalah dasar yang paling utama dalam perintah meneladani Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam baik dalam perkataan, perbuatan dan keadaannya, oleh karena itu Allah Ta’ala menyuruh manusia untuk meneladani Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam baik dalam kesabaran, keteguhan, ribath dan kesungguh-sungguhannya, oleh karena itulah Allah berfirman untuk orang yang takut, goncang dan hilang keberaniannya dalam urusan mereka pada perang Ahzab .”
Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam bahkan secara spesifik dan teknis memberikan contoh terhadap kita, beliau tidak memerintah kecuali menjadi orang pertama yang melakukannya, dia tidak melarang kecuali menjadi yang pertama menjauhinya.
Maka jawaban dari pertanyaan “Lalu bagaimana dengan kita, akan jadi apakah anak-anak kita kelak?” Bagi kita umat muslim adalah sangat mudah yaitu agar anak-anak kita menjadi anak yang sholeh-ah dan menjadi ahli syurga. Maka ketika visi kita sama yaitu menjadikan anak-anak kita ahli syurga maka Insya Allah jalan yang ditempuh akan sama, karena panduan jalan menuju surga sudah lengkap beserta cara dan contohnya.
Kebahagian bagi orang tua yang telah berhasil menghantarkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang takut kepada Allah Azza wa Jalla, surga sebagai visi besarnya, hafal Al Quran, ahli ibadah, cerdas dan ahli dalam ilmu dunia. Orang tua mana yang tidak haru menyaksikan darah dagingnya tumbuh menjadi manusia yang kesholehannya mampu menaklukkan dunia dan meraih akhirat dengan gemilang.
Dan inilah tugas orang tua, bagaimana orang tua mampu menciptakan suasana rumah sebagai pusat pembentukan akhlak, walaupun gempuran nilai-nilai buruk yang akan mempengaruhi akhlak anak-anak kita terus menghadang. Jangan takut karena kita punya pondasi yang kuat dan tim yang solid di rumah, sehingga segala nilai-nilai buruk tersebut hanya akan seperti debu, cukup dengan mengusap atau menyiramnya dengan air maka hilanglah nilai-nilai yang tidak berguna tersebut dengan mudah.
Maka orang tualah yang paling layak menjadi sumber keteladanan bagi anak-anak di dalam hidupnya, dan ini merupakan pahala yang berlimpah bagi orang tua yang berhasil memberikan keteladanan yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَتَعَلَّمَهُ وَعَمِلَ بِهِ أُلْبِسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَاجًا مِنْ نُورٍ ضَوْءُهُ مِثْلُ ضَوْءِ الشَّمْسِ، وَيُكْسَى وَالِدَيْهِ حُلَّتَانِ لاَ يَقُومُ بِهِمَا الدُّنْيَا فَيَقُولانِ: بِمَا كُسِينَا؟ فَيُقَالُ: بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ.
Siapa yang menghafal al-Quran, mengkajinya dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?” Lalu disampaikan kepadanya, “Disebabkan anakmu telah mengamalkan al-Quran.” (HR. Hakim 1/756 dan dihasankan al-Abani).
Ayo Ayah Bunda! Kita mulai setahap demi setahap, selangkah demi selangkah agar anak-anak kita dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat nanti, Insya Allah.
WARNA-WARNI KETELADANAN
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. : Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam pernah bersabda,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تَنْتِجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya?
kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar Rum :30)
Dari hadits di atas jelaslah bahwa pendidikan sepenuhnya ada pada orang tua, tetapi ketika kita berhadapan dengan lingkungan dan media yang dapat mempengaruhi akhlak anak-anak kita, apa yang harus kita lakukan?
Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam hidup berdampingan dengan warna keteladanan yang berbeda-beda; keteladanan yang pertama adalah Aminah ibunda beliau, Abdul Mutholib kakek beliau, Tsuwaibah ibu susuan pertama beliau, Halimah bin Abu Dzu’aib ibu susuan yang kedua didampingi suaminya Al Harits bin Abdul Uzza bersama merekalah Nabi Muhammad hingga umur 5 tahun, yang terakhir adalah Abu Thalib paman beliau hingga masa kenabian. Merekalah yang mewarnai karakter mulia Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam walaupun beliau hidup dizaman yang rusak, tetapi tidak mempengaruhi kemulian akhlak beliau, sehingga beliau menjadi suri teladan bagi seluruh umat manusia.
Begitu juga dengan kita, lingkungan sekitar kita penuh dengan warna-warni keteladanan, mulai dari keluarga Ayah, Bunda, Kakek, Nenek, Paman, dan Bibi. Kerabat dekat; teman Ayah, teman Bunda, PRT, Tetangga, Teman bermain dan lainnya. Lingkungan sekolah; guru, kepala sekolah, TU, supir dll. Semuanya akan mempengaruhi akhlak anak-anak, disinilah tantangan kita bagaimana mengelola potensi keteladanan yang ada, tentu saja dengan prinsip selama dalam kebaikan mari kita rangkul bersama-sama dalam membentuk akhlak mulia anak.
COPY PASTE KETELADANAN
Di zaman ini banyak sekali model-model pemikiran yang dihasilkan oleh barat, yahudi dan kroni-kroninya. Sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran yang bersifat keduniawian saja, seperti pemikiran liberal, persamaan gender, kebebasan dan lain sebagainya, belum lagi ilmu-ilmu atau teori-teori yang dipelajari di dunia pendidikan, seperti Psikologi, teori pendidikan, ilmu pengetahuan dll. Pemikiran inilah yang menjadi teladan bagi sebagian besar penduduk di negeri ini.
Apakah kita akan turut dalam arus tersebut? Tentu saja jawabannya adalah tidak. Umat Islam sudah lebih dahulu maju dalam setiap bidang yang disebutkan di atas, bahkan Baratpun mengakui bahwa umat Islamlah yang mengajarkan mereka, kita punya ahli matematika Al Khawarizmi, ahli kedokteran Ibnu Sina, ahli astronomi Al Batani dimana Nicolas Copernicus mengcopy secara utuh pemikirannya.
Jadi harusnya hilanglah sudah keraguan ketika ditanya “harus mengcopy keteladanan dari mana?” Karena sudah jelas bahwa Islamlah yang mengajarkan keteladanan secara universal, dari hal-hal umum sampai hal detail.
Perhatikan ayat berikut:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (32)
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu,” Allah Maha Pengampun lagi, Maha Penyayang.”
Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul, jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS: Ali Imran ayat 31-32)
Dengan izin Allah peradaban ini akan bangkit kembali ketika umat Islam mulai kembali kepada ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Mulai dari hal terkecil dan kita mulai dari keluarga kita. Bahwa sumber keteladanan kita adalah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam dengan panduan Al Quran, maka jalan lurus akan terbentang dengan terang benderang, setiap badai zaman dapat kita lewati dengan pondasi keimanan dan al Quran, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Wallahu A’lam.
Semoga bermanfaat…Baarakallahu feekum
#Parenting Nabawiyyah
#Inspirasi Rumah Cahaya (IRC)