Merantaulah maka kau akan dapatkan gantinya

Oleh : Suhariyanto Putra

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah berjuang (Imam Syafi’I 787-820 M)

Salah satu cara jika kita ingin merasakan persaudaraan adalah dengan merantau meninggalkan zona nyaman kita. Teringat pepatah “There is no growth in comfort zone, there is no comfort in growth zone”, kita aamiinkan mengamini dengan iman kebenarannya. Terlalu nyaman terkadang membuat diri terlena untuk terus bergerak, tumbuh dan berkembang.

Dalam perspektif psikologi, seorang perantau dihadapkan dengan lingkungan social yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Perubahan social tersebut menuntut seorang perantau untuk menyesuaikan diri dan mendorong kedewasaan. Merantau bisa merupakan ajang pembuktian kualitas diri untuk lebih mandiri, bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan dan mengambil keputusan.

Salah satu cara jika kita ingin merasakan persaudaraan adalah dengan merantau meninggalkan zona nyaman kita. Teringat pepatah “There is no growth in comfort zone, there is no comfort in growth zone”, sayapun mengamini dengan iman kebenarannya. Terlalu nyaman terkadang membuat diri terlena untuk terus bergerak, tumbuh dan berkembang.

Dalam perspektif psikologi, seorang perantau dihadapkan dengan lingkungan social yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Perubahan social tersebut menuntut seorang perantau untuk menyesuaikan diri dan mendorong kedewasaan. Merantau bisa merupakan ajang pembuktian kualitas diri untuk lebih mandiri, bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan dan mengambil keputusan.

Hidup adalah pilihan, termasuk memilih untuk merantau atau hidup di kampung halaman. Ketika masih muda, mari gunakan waktu untuk belajar akan arti kehidupan, lukis dan tuliskanlah petualangan hidupmu untuk bekal cerita anak cucu. Dunia ini tidak selebar daun kelor atau layar HP yang kita genggam. Mari buktikan dan rasakan betapa indahnya dunia, hangatnya persaudaraan, surganya keluarga, manisnya perjuangan dengan merantau ke negeri orang.

Semoga bermafaat ^_^

Contoh Keberhasilan Sarjana Membangun Kampung Halamannya

Imam Suprayogo
May 18, 2015

Banyak sekali orang berharap anak-anak desa yang belajar ke kota, setelah menjadi sarjana agar bersedia pulang ke kampung, tempat kelahirannya. Mereka itu diharapkan ikut bersama-sama membangun kampung halamannya. Harapan ideal seperti itu sebenarnya tidak saja datang dari para pemimpin perguruan tinggi, tokoh masyarakat, lebih-lebih adalah juga menjadi harapan pemerintah.

Harapan tersebut adalah sedemikian mulia dan sangat mungkin bisa dilaksanakan. Akan tetapi pada kenyataannya tidak banyak terwujud. Setelah lulus, para sarjana lebih suka menetap di kota. Pulang ke desa dianggapnya belum tentu bisa berperan banyak, dan atau tenaganya tidak selalu dibutuhkan. Selain itu, membangun masyarakat desa bukan pekerjaan gampang, bahkan niat baiknya itu belum tentu direspon. Berbagai alasan itulah akhirnya menjadikan sarjana tidak banyak yang pulang ke desa.

Pilihan pemuda desa yang telah lulus menjadi sarjana di antaranya adalah bertahan di kota, atau pergi ke tempat lain untuk mendapatkan pekerjaan. Apalagi, setelah menjadi sarjana, biasanya akan segera mendapatkan tantangan baru, ialah berkeluarga. Sedangkan untuk memenuhi tuntutan itu, mereka harus mencukupi kebutuhan keluarganya. Keadaan seperti digambarkan itulah yang menjadikan idealismenya yang semula berkobar-kobar, yaitu ingin membangun masyarakatnya, akhirnya menjadi surut, atau setidaknya bekurang.

Di dalam suasana sedemikian sulitnya memenuhi harapan ideal, yaitu agar sarjana mau dan mampu membangun desanya sendiri, ———sekalipun jumlahnya amat kecil, ternyata ada yang mewujudkannya, dan bahkan sukses. Keberhasilan yang dimaksudkan itu, sebenarnya harus diakui, sangat menyolok, oleh karena ia mampu mengubah masyarakat dari yang semula berkebiasaan buruk, seperti suka berjudi, meminum menuman keras, narkoba, dan bahkan kampung itu digunakan untuk perzinahan, akhirnya menjadi masyarakat yang bersih dari kegiatan tercela tersebut.

Seorang yang dianggap berhasil, dan sangat patut dicontoh tersebut, adalah bernama Abdullah Sam, lulusan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Setelah lulus, ia pulang ke tempat kelahirannya dan memprakarsai pembangunan masyarakat yang ada di kampungnya dan ternyata sukses. Keberhasilannya itu telah tampak dan bisa dilihat, sehingga akhirnya banyak orang meniru, dan berkunjung untuk melakukan studi banding, dan bahkan juga menjadikan bahan kajian ilmiah, untuk penulisan skripsi, thesis atau lainnya.

Abdullah Sam, adalah seorang yang pernah mengaji di pesantren dan kemudian belajar di fakultas psikologi UIN Maliki Malang. Setelah lulus dari kampusnya, ia langsung pulang ke kampung halamannya. Dalam penuturannya, ia merasa sangat sedih dan merasa menderita tatkala mendengar dan menyaksikan sendiri, kampungnya sudah sekian lama oleh kalangan luas diberi label sebagai kampung hitam. Label yang tidak menyenangkan itu tidak bisa dibantah, oleh karena di tempat itu banyak orang miskin, yang sehari-hari berjudi, meminum minuman keras, bahkan juga tempat perzinahan liar.

Di masyarakatnya yang miskin itu, banyak pemudanya tidak bekerja, pada umumnya berpendidikan rendah, dan bahkan banyak di antara mereka yang tidak pernah bersekolah. Bahkan lebih parah lagi, banyak orang yang pekerjaannya sehari-hari hanya sebagai tukang parkir atau penjaga keamanan lokalisasi wanita tuna susila terbesar di Malang, yang terletak di RT, kampung sebelahnya. Keadaan seperti itu, maka pantas, lokasi itu disebut sebagai daerah hitam.

Hal lain yang mendorong Abdullah Sam segera kembali ke kampung halamannya adalah terinspirasi oleh keyakinannya, bahwa Islam bukan sebatas tuntunan kegiatan ritual yang hanya akan mengantarkan seseorang sebatas meraih kesalehan spiritual, tetapi juga seharusnya menjadi sempurna hingga meraih kesalehan sosial. Disebutkannya bahwa tidak ada gunanya, seseorang mslim yang hanya tekun di masjid banyak berdzikir, tetapi mengabaikan atau tidak peduli pada lingkungannya yang dirudung oleh kemiskinan, kebodohan, dan penderitaan lainnya.

Berbekalkan ilmu yang diperoleh, baik yang berasal dari pesantren maupun sebagai sarjana, ia memulai tampil di desanya. Ia mengenalkan konsep, apa yang disebut dengan pesantren rakyat. Konsep itu tergolong baru. Banyak sebutan pesantren, tetapi bukan pesantren yang melibatkan semua rakyat hingga disebut pesantren rakyat. Selain itu, pesantren rakyat, bukan sebagaimana pesantren pada umumnya, yaitu para santrinya belajar mengaji ilmu agama kepada kyai sebatas di lingkungan pesantren.

Aktivitas pesantren rakyat, selain berupa kegiatan mengaji kepada kyai atau ustadz yang diikuti oleh para santri, juga berupa kegiatan lain yang diikuti oleh semua warga masyarakat yang berminat. Selain itu, apa yang dipelajari bukan sebatas kitab kuning, tetapi juga berbagai jenis ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. Warga masyarakat yang membutuhkan ketrampilan bertani, beternak, berdagang, kesenian, dan lain dilayani semuanya oleh pesantren rakyat. Pengajar pesantren rakyat bukan saja kyai atau ustadz tetapi adalah dari kalangan rakyat sendiri, yaitu dari mereka yang lebih mengerti tentang bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, pesantren rakyat memiliki semboyan : “ mengajar bersama, belajar bersama, dan mendapatkan gelar bersama”.

Melalui konsep pesantren rakyat itu, Abdullah Sam, ternyata berhasil menggerakkan warga kampungnya. Setalah berjalan sekitar 8 tahun, yakni kegiatan itu dimulai sejak sekitar tahun 2018 hingga sekarang, di kampung itu sudah tidak ada lagi kegiatan berjudi, meminum minuman keras, narkoba, dan apalagi perzinahan. Di kampung itu sudah berdiri 4 mushalla dan selalu digunakan untuk shalat berjama’ah lima waktu oleh warga kampungnya.

Dalam bidang ekonomi, masyarakat berhasil diajak bekerjasama. Mereka yang tergolong kaya bersedia menolong yang mikin, lewat berbagai cara. Misalnya, mereka yang memiliki modal diajak mengembangkan ternak kambing dengan cara bagi hasil, memberi modal usaha untuk membuat kerajinan pandai besi hingga berhasil menyerap puluhan orang, membuat kolam renang, memproduksi bibit tanaman, dan lain-lain. Pesantren rakyat juga berhasil memberikan modal tanpa agunan dan juga tanpa bunga hingga lebih dari dua milyard rupiah.

Tampaknya konsep pesantren rakyat, insya Allah, akan semakin berkembang dan ditiru oleh banyak orang di tempat lain. Beberapa orang yang melakukan studi banding, akhirnya juga ada yang meniru untuk mengimplementasikan konsep dimaksud di tempatnya masing-masing. Hingga saat ini, menurut keterangan Ustadz Abdullah Sam, sudah tercatat ada 23 buah pesantren rakyat yang tersebar di berbagai desa, baik di Malang maupun di luar Kabupaten Malang. Tentu, kegiatan mulia ini patut dicontoh oleh sarjana lainnya, yaitu pulang kampung dan membangun masyarakatnya. Wallahu a’lam.