JUSMAN SYAFII DJAMAL·
SATURDAY, APRIL 7, 2018
Semua Pengusaha dan Industriawan, pencipta lapangan kerja selalu memerlukan “impuls ekonomi”,untuk menciptakan momentum pertumbuhan baru. Meski tingkah laku Presiden Donald Trump, kelihatannya diluar pakem, nyentrik dan “erratic” tidak mudah diduga, tetapi Pelaku ekonomi di Amerika kini senang. Meski prilaku Presiden Donald Trump sukar diduga dan beberapa kalangan menyebutnya “erratic”, paling tidak ia melahirkan sebuah kebijakan fiskal menarik. Ia memotong pajak perusahaan menjadi sekitar 25%, dan pajak lainnya seperti income tax yang flat, perlindungan proteksi kenaikan tarif import duty untuk aluminium dan baja.
Ada Impuls ekonomi yang membuat industriawan dan usahawan dapat menciptakan momentum pertumbuhan. Impuls kebijakan yang melahirkan proses keseimbangan antara tekanan kemerosotan dan energi untuk bangkit dari tekanan.Apalagi gebrakannya untuk melindungi industriawan baja dan aluminium dengan memasang “new entry barriers”, tambahan bea Masuk untuk produk baja dan aluminium dari luar negeri, dengan alasan proteksi kepentingan nasionalnya yakni kemajuan industri domestik Amerika yang pasarnya terus dirongrong oleh produk industri Tiongkok.
Kebetulan saya baru selesai baca ulang kembali buku berjudul : “The Map and The Territory” , Risk Human Nature and the Future of Forecasting, karya Alan Greenspan, Gubernur Bank Sentral Amerika yang sudah pensiun lama. Greenspan menulis buku sebagai buah hasil renungan tentang masa lalu sebagai seorang ahli ekonomi yang mumpuni di Amerika dan pengalamannya menjadi Gubernur Bank Sentral the FED.
Buat saya buku ini kembali menarik untuk dibaca karena, dalam bulan bulan terakhir ini sebagai “just a man on the street”, saya melihat trend menarik. Nilai rupiah terus bergerak turun kebawah. Kalah perkasa dibanding mata uang negara tetangga. Seperti Kafilah yang berlalu, kita amati roda beban ekonomi para industriawan yang memproduksi barang setengah jadi maupun jadi, makin jauh berjalan semakin meningkat. Sementara Revenu berjalan “flat” tidak naik tidak turun. Kini semua pelaku ekonomi terus memusatkan diri pada aliran “uang lancar” atau “cashflow” sembari berupaya meningkatkan EBITDA atau menjaganya tetap stabil.
Dalam kondisi turbulensi setiap upaya membangkitkan revenu perlu dikendalikan dengan ikutan langkah efisiensi. Ruang maneuver para pengusaha dan industriawan makin terbatas.Dan seperti juga dimasa lalu pengusaha dan industriawan ditinggal sendiri. Ahli Ekonomi sibuk berdebat tentang hal lain, tidak ada yang mau membahas trend global dan soal soal menyangkut masa depan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat untuk membangun impuls dan momentum bagi penciptaan Lapangan kerja melalui industri.
Kini kita saling berdebat tentang hutang Negara seolah tanpa titik temu. Yang satu anti Hutang, yang lain bilang Hutang tidak masalah. Lupa asumsi pokok dan mendasar : Apakah hutang itu seuatu yang tabu dalam ilmu ekonomi mikro dan ekonomi makro ? Jika tidak ada mekanisme debet kredit, hutang piutang , asset dan liability, apakah kita perlu memiliki Bankir, Ekonom dan Pengusaha ? Apakah tanpa mekanisme hutang piutang ilmu ekonomi dan Bisnis diperlukan ??
Karenanya, Dalam buku itu Greenspan merekomendasikan agar pelaku ekonomi “jangan lupakan pengalaman buruk krisis dimasa lalu, untuk tak terperosok pada jurang krisis yang sama”. Learn from the past to shape a better future.
Sebagai seorang ekonom ia berbeda. Greenspan tidak seperti ekonom lain. Ekonomi biasanya kurang suka “mathematical equation” dan hanya mengandalkan intuisi. Sementara Greenspan amat menyenangi matematika. Ia selalu bilang :”a key point in the history of our effort to see the future has been the development over the past eight decades of the discipline of model based economic forecasting”. Ia sangat percaya pada angka dan forecasting, dan selalu beorientasi untuk ambil kebijakan moneter Bank Sentral melalui upaya pegembangan pendekatan econometric dan forecasting method.
Meski begitu, Greenspan terpana dan “Shock” pada tahun 2008.
Ketika itu, Amerika dan dunia diambang kebangkrutan, karena dilanda krisis finansial. Semua orang mengamati bagaimana duet ganda terkuat Ben Bernanke Gubernur Bank Sentral Amerika dan Hank Paulson Menteri Keuangan Amerika siang malam bekerja menyiapkan paket kebijakan fiskal dan moneter, agar tercipta energi ekonomi luar biasa. Sehingga muncul impuls dan momentum agar locomotive ekonomi, yang terjebak dan berhadapan dengan krisis finansial yang secara tiba tiba muncul kepermukaan tanpa diketahui, dapat bangkit kembali.
Bernanke , Gubernur Bank Sentral Amerika pengganti Greenspan, dikenal sangat hati hati dan sabar, mau mendengar pendapat orang lain, yidak ngototan dan pembangun konsensus yang andal. Ia menguasai seluk beluk tentang Depression 1929. Bernanke adalah Doktor Ekonomi dengan thesis doctoralnya berjudul Long Term Commitment,Dynamic Optimization and the Business Cycle, dibawah bimbingan Stanley Fischer.
Greenspan dan semua orang terkaget kaget, dan Greenspan terus bertanya kenapa Bernanke yang selalu waspada pada angka dan percaya pada model matematika serta kecanggihan proses pengumpulan informasi yang ada di Bank Sentral, ternyata bisa kehilangan ilmu Weruh sadurunge winarah, ketika tanda krisis luput dari radar prediksi.
Krisis memang bisa muncul tanpa diundang.Karenanya Greenspan billing begini :”we know that we have a limited capability to see much beyond our horizon”. Kata Greenspan dalam retsropeksinya :”.Meski kita selalu berharap sebaliknya, forecasting economics pada akhirnya adalah suatu disiplin ilmu ekonomi yang bertumpu pada teorema probability , ilmu tentang pelbagai jenis kemungkinan.
“As always though we wish it otherwise, economic forecasting is a disicpline of probabilities. The degree of certainty with which the so called hard sciences are able to identify the metrics of the physical world appears to be out of the reach of the economic disciplines
Derajat kepastian yang diperoleh dalam memanfaatkan kecanggihan matematika (hard sciences) untuk mengidentifikasikan dan menyederhanakan masalah serta memodelkan realitas pertumbuhan ekonomi ternyata tidak seakurat ketika diterapkan pada persoalan fisika atau gerak benda mati lainnya dalam kehidupan se hari hari.Dari pelbagai krisis ekonomi yang pernah dialami, Greenspan sampai pada suatu pemahaman bahwa kemampuan penerawangan model matematika yang dikembangkan pada postur masa depan ekonomi suatu Bangsa masih kurang lengkap. terbatas.
Kecerdikan kita untuk meramalkan apa yang bakal terjadi diesok hari sangat tergantung pada hosion dan cakrawala berfikir kita”. Ada banya interest yang menyebabkan kita sering terbutakan pada fakta fakta yang mungkin keluar dari jalur regresi lurus dari semua prediksi yang kita lakukan. dan ternyata fakta fakta diluar jalur itu merupakan petanda tentang lahirnya jaman baru yang sama sekali tak pernah kita duga.
Menurut Greenpan :”John Maynard Keynespun di tahun 1936 ketika menulis buku berjudul :”General Theory of Employment , Interest and money” telah melahirkan formula matematika yang dapat digunakan sebagai “framework” dalam membangun model econometrik dari kebijakan makroekonomi masa kini dan masa depan”
Karenanya jika terjadi sesuatu diluar perencanaan, ia selalu bertanya :” What Went Wrong ? Tanya Greenspan pada dirinya sendiri, yang ia catat dalam buku itu. Ia terus bertanya :”Why was virtually every economist and policy maker of note so off about so large an issue ?
Apa yang luput dari pandangan, mengapa selalu muncul krisis dan mengapa kita sering terperangkap dalam krisis yang sama, padahal semua text book dan catatan semua ahli ekonomi selalu bercerita tentang bahaya depresi tahun 1929, resesi dan stagnasi yang datang silih berganti. Dan toh tahun 2008 Amerika pernah jatuh kelubang krisis finansial tanpa ada yang tau sebelumnya.
Mengapa Keahlian Weruh sadurunge winarah seolah menemukan jalan buntu ? Kata Greenspan, dengan sedih. Dalam buku itu secara rinci ia menyebut akar masalahnya nya adalah “behaviour”. Sesuatu yang disebut oleh Keynes sebagai “animal spirit” dalam formula matematikanya.
Melalui buku ini, Greenspan kemudian mememberi rekomendasi kemana para ekonom harus melangkah agar lubang krisis yang sama dapat dihindari dimasa depan. Forecasting dan econometric harus dilengkapi dengan model tingkah laku pelaku ekonomi. Yang oiia sebut pelaku ekonomi adalah baik pengusaha, pedagang, tehnokrat maupun pengabil keputusan. Ia bilang semua pelaku ekonomi harus selalu waspada akan peringatan Keynes tentang “phenomena animal spirit” dari pelaku ekonomi.
Harus ada rumus yang mampu menjabarkan pemahaman kita tentang terminologi “animal spirit” , suatu terminologi yang dari sejak awal disebut oleh John Maynard Keynes dalam makalahnya di tahun 1936. Terminologi yang sering dilupakan banyak pelaku ekonomi. Dan terminologi itu kini jadi fokus pembahasan dalam “behavioral economics” yang dikembangkan oleh Daniel Kahneman dan pemenang hadiah nobel ekonomi 2017 Prof. Richard Thaler dengan bukunya antara lain “Misbehaving”.
Masalahnya kata Greenspan, bukan semata mata pada ketidak pahaman para pengambil keputusan akan tingkah laku pasar yang cenderung tidak mampu diduga. Bukan semata mata karena pengambil keputusan tidak paham bahwa tiap pelaku memiliki kecendrungan untuk mengambil keputusan tidak rasional karena didorong oleh kepentingannya sendiri sendiri. Melainkan , justru kekeliruan dan kesalahan interpretasi data pengamatan hasil model matematika lahir karena pengambil keputusan juga tidak punya jarak pada masalah. Mereka secara emosional terlibat dan merasa paling benar sendiri dan seolah hanya mereka yang memiliki indera keenam untuk ambil jalan sejarah masa depan.
Mereka kadangkala tergoda pada bisikan emosi untuk ambil jalan lain dibanding percaya pada angka dan prediksi pilihan terbaik solusi yang disajikan model matematika yang telah dikembangkan oleh staffnya.
Membaca catatan Greenpan seperti diungkapkan dalam buku itu, timbul pertanyaan apakah ketika kita ingin mewujutkan Visi Besar Indonesia 2020, 2025,2030 dan Indonesia 2045, kata dan istilah “Grand Strategy” masih punya makna ?
Bukankan kata Grand Strategy mengandung arti upaya sistimatis terencana dan terukur yang dilakukan setahap demi setahap untuk mencapai suatu posisi strategis tertentu yang diinginkan. Padahal setiap kali kita meuju puncak pertumbuhan, krisis bisa muncul tanpa diundang.
Dalam ilmu matematika dikenal istilah integral dan differential. Persamaan differensial seperti kata Alan woods dalam bukunya Reason in Revolt selalu dikembangkan dengan suatu asumsi bahwa “realitas kehidupan pada dasarnya merupakan rangkaian peristiwa yang berjalan sambung menyambung tanpa jeda dan tanpa kejutan”. Kehidupan berjalan mengikuti kurva yang mulus dan teratur yang dapat diterjemahkan kedalam bentuk persamaan matematika yang teratur dan indah.
Karenanya perubahan yang terjadi dalam domain ruang dan waktu terjadi secara teratur, sistimatis dan mulus tanpa kendala.
Tidak ada teritori wilayah kerja suatu fungsi yang tidak teratur , acak dan penuh kejutan yang bisa melahirkan patahan atau lonjakan mendadak. Tak ada diskontinuitas. Asumsi inilah yang menyebabkan persamaan integral dan diferential hingga kini menjadi bahan mata kuliah di Perguruan Tinggi dan digunakan sebagai dasar membuat prediksi tentang fenomena alam.
Akan tetapi dalam realitas ternyata perjalanan tidak selamanya mulus. Ambil contoh krisis ekonomi tahun 1998 yang melahirkan krisis ekonomi yang dampaknya di Indonesia baru setelah empat belas tahun dapat direcovery kembali. Begitu juga peristiwa tahun 2008 yang melahirkan krisis finansial di Amerika yang sebelumnya tak pernah diduga. Semua lahir dari suatu shock atau kejutan. Tak dapat diramalkan dan diprediksi dengan tepat kapan tepatnya kejutan akan terjadi, kapan ada shock dalam pertumbuhan ekonomi yang melahirkan diskontinuitas yang disebut krisis. Semua samar samar.
Persis ketika kita sedang mengenderai mobil dijalan tol tiba tiba hujan deras, wiper tak mampu membuka ruang pengamatan. Kita terus berlari meski jalan tampak samar samar. Dan tiba tiba Brak, sapi liwat dijalan tol. Kita terkejut dan schock kenapa ada sapi dijalan tol, ditengah hujan. Sapi juga kaget kenapa ditengah hujan ada mobil kencang terus tanpa berhenti.
Apakah Grand strategy kehilangan makna ???
Seorang ahli matematika yang juga periset di IBM Benoit Mandelbrot dalam bukunya The Fractal Geometry untungnya mampu membangkitkan optimisme kita tentang perlunya kita membuat Grand Strategy. Asal saja kita mampu meningkatkan tingkat kecerdasan dalam membuat prediksi.
Dalam buku itu Mandelbrot menemukan apa yang ia sebut sebagai “Himpunan Mandelbrot”. Melalui metode grafis dan diagram yang ia terjemahkan dalam metode simulasi komputer ia menemukan fakta bahwa ternyata didalam situasi chaos yang penuh dengan ketidak beraturan ternyata masih bisa ditemukan potongan kberaturan.
Dalam situasi chaotik ternyata ada wilayah terbatas yang tidak terpengaruh oleh uncertainty, ketidak pastian dan ketidak beraturan. Selalu ada oase ditengah padang pasir. Kata Fungsi Mandelbrot dalam situasi betapapun sukarnya selalu dapat ditemukan “fractal” atau wilayah keberaturan yang memiliki pola dan gambar geomteri yang sama dan sebangun dan dapat digunakan sebagai jejak jejak jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Dengan kata lain metode Mandelbrot ini melahirkan optimisme untuk tetap melakukan langkah sistiamtis dan terencana dalam membangun postur kekuatan suatu Bangsa melalui pengembangan Visi, Misi, serta perumusan Grand Strategy berupa Garis Garis Besar Haluan Arah Kebijakan.
Kata Garis Garis Besar merujuk pada istilah militer yang disebut dengan ruang maneuver. Ada Redline. Dalam perancangan peswat terbang disebut meneuvering envelope, batas batas kekuatan struktur pesawat ditetapkan oleh tiap perancang pesawat.
Sun Tzu dalam buku the art of war dan Jomini atau Claustwitz dalam buku dengan judul yang sama yakni Seni Perang memperlihatkan apa yang mereka sebut sebagai “Fog of War”, Kabut yang menyelimuti pandangan dan persfektip strategis dari seorang Jenderal. Setiap perang melahirkan “fog of war” atau kebingungan dan ketidakpastian tentang posisi kalah dan menang, tentang adanya kejutan terhadap kekuatan lawan yang tadinya diperkirakan lemah, tentang perubahan medan tempur karena perubahan cuaca dan sebab lainnya.
Tiap perang yang didahului oleh upaya membuat Grand Strategy selalu berbenturan dengan “animosity” sebuah kekacauan karena apa yang diperkirakan tidak sepenuhnya benar dalam kenyataan. Selalu lahir kejutan. Dan perang pada dasarnya adalah “deception”, hanya dimenangkan melalui tipu daya yang penuh dengan kejutan tak terduga. Meski demikian tetap saja para Jendral di West Point, Sesko dan segala jenis proses pendidikannya selalu diberi kurikulum Strategi untuk percaya pada pembuatan dan pengembangan postur kekuatan berdasarkan prediksi atau kekuatan musuh musuhnya. Semua pemimpin memerlukan Grand Strategy,
Pada dasarnya Grand Strategy dilandasi oleh intuisi seorang pemimpin untuk melahirkan apa yang disebutnya sebagai gambaran atau vision mereka tentang kata kata “Shih” atau posisi terbaik dimana potensi kekuatan suatu Bangsa memiliki “competitive advantage” atau kekuatan pemukul dan penggerak kemajuan suatu Bangsa.
Dalam hal itu Visi, Misi dan Grand Strategy karenanya masih memiliki makna untuk dilahirkan oleh semua calon Pemimpin Bangsa. Menurut hemat saya, dalam situasi menghadapi masa depan yang penuh dengan gejolak perubahan yang tak kita kenali, kita memerlukan Grand Strategy Politics and Economy. Yang menyatakan arah kemana kita akan melangkah untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi secara bertahap dalam dua, lima tahun kedepan.
Kini muncul tanda dan bayangan “trade War” yang dipicu kebijakan kenaikan tariff bea masuk Donald Trump pada import produk baja dan aluminum. Ada tanda protectionism bangkit kembali. Ada hantu “cold war” yang muncul kembali dengan pengusiran puluhan diplomat Russia dari Inggris, dan perang Suriah yang tak pernah berkenti.
Meski kita selalu optimis dan percaya pada semua langkah kebijakan ekonomi yang ada saat ini sudah merupakan langkah terbaik yang diambil, sebab tak punya jalan lain. Ruang Maneuver kita sebagai pelaku ekonomi dan pengambil kebijakan juga memiliki batas gerak maju. Dipelukan Impuls untuk melahirkan Momentum, begitu kata ahli Fisika.
Mohon Maaf jika ada yang keliru.
Salam